Istilah negara hukum ini mulai berkembang sekitar abad ke-19. Menurut Plato, negara hukum adalah negara yang bercita-cita untuk mewujudkan kebenaran, kesusilaan, keindahan, dan keadilan.
Sedangkan menurut Aristoteles, negara hukum ialah negara yang berdiri berdasarkan hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh warga negaranya.
Pernyataan Indonesia adalah negara hukum, tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 pada Pasal 1 ayat 3 (amandemen ketiga), yang berbunyi: “Negara Indonesia adalah negara hukum.”
Konsep negara hukum sendiri bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang adil. Negara hukum, atau istilah lainnya yaitu rechtsstaat atau the rule of law, adalah negara yang setiap prilaku dan tindakannya, berdasarkan pada aturan atau sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan. Jika ada seseorang yang tindakannya melanggar aturan hukum, maka ia akan dikenakan sanksi atau hukuman karena melanggar hukum.
Hubungan antara yang diperintah (governed) dan memerintah (governor) dijalankan berdasarkan suatu norma objektif, bukan pada suatu kekuasaan absolut semata. Norma objektif harus memenuhi syarat formal dan dapat dipertahankan oleh ide hukum. Sehinga Pemerintah maupun yang diperintah akan terikat oleh hukum itu, artinya siapapun yang melanggar hukum akan diberikan sanksi yang sesuai berdasarkan hukum.
Ciri-ciri Negara Hukum
Adanya sistem ketatanegaraan yang sistematis
Adanya sistem ketatanegaraan yang mengatur urusan kenegaraan secara sistematis. Di setiap lembaga yang dibentuk, memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing untuk membantu menjalankan pemerintahan negara, agar nantinya dapat sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
Di Indonesia sendiri, dapat dilihat bahwa adanya kelembagaan seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Yudisial (KY), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK).
Adanya pembagian kekuasaan dan pembatasan yang jelas
Pembagian kekuasaan ini menjunjung tinggi nilai demokrasi. Dibentuk lembaga-lembaga negara dan setiap lembaga memiliki tugas dan fungsinya masing-masing, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan.
Jika muncul permasalahan atau konflik, maka lembaga yang berwenang mampu menerapkan hukum yang tepat. Seperti yang disampaikan tokoh terkenal, John Locke, bahwa kekuasaan dibedakan menjadi tiga yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Hukum sebagai pedoman tertinggi
Negara menjadikan hukum sebagai pedoman / patokan dalam berbagai bidang, atau biasa dikenal dengan istilah Supremasi Hukum.
Ciri-ciri negara hukum yang satu ini merupakan upaya untuk menempatkan hukum pada tempat tertinggi sebagai alat perlindungan bagi rakyatnya, serta tanpa adanya intervensi dan penyalahgunaan hukum, termasuk dari para petinggi negara.
Adanya perlindungan dan pengakuan hak asasi manusia (HAM)
Ciri pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) ini merupakan salah satu ciri yang utama. Hak asasi manusia sendiri merupakan hak yang paling mendasar dan fundamental. Jika dalam suatu Negara, Hak Asasi Manusia terabaikan atau dilanggar dengan sengaja dan penderitaan yang ditimbulkannya tidak dapat diatasi secara adil, maka Negara yang bersangkutan tidak dapat disebut sebagai Negara Hukum dalam arti yang sebenanya. Walaupun ada penghormatan dan perlindungan Hak Asasi Manusia bukan berarti seseorang bebas melakukan tindakan semaunya saja, tetap ada aturan yang membatasinya. Hak seseorang dibatasi oleh adanya hak orang lain, maka bagi para pelanggar HAM dapat dijatuhi hukum secara tegas berdasarkan undang-undang.
Sistem peradilan yang memiliki persamaan kedudukan di hadapan hukum.
Setiap orang adalah sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Sistem peradilan ini meliputi para hakim dan jaksa serta para anggota administrasi pengadilan. Sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak, berlaku pada peradilan pusat dan juga berlaku di peradilan-peradilan daerah. Peradilan harus berjalan sesuai dengan hukum yang ditentukan dan diterapkan sama sehingga tidak berat sebelah antara rakyat dan para petinggi negara. Tidak ada intervensi dalam proses pengambilan putusan oleh hakim, intervensi dari eksekutif, legislatif maupun dari masyarakat dan media masa.
Adanya peradilan pidana dan perdata
Peradilan pidana adalah peradilan yang mengurus tentang pelanggaran hukum yang menyangkut banyak orang berdasarkan hukum pidana. Sedangkan perdata yang mengurusi pelanggaran hukum yang melibatkan antara orang yang satu dengan orang lainnya. Baik meliputi hubungan keluarga dan pergaulan masyarakat.
Selain itu, ada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menjamin agar warga negara tidak dizalimi oleh keputusan-keputusan para pejabat negara. Setiap warga negara berhak mengajukan gugatan atas keputusan pejabat administrasi negara.
Apabila ada Undang-Undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebabkan kerugian maka warga negara dapat mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.
Dan Apabila ada Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang tersebut maka warga negara bisa mengajukan peninjauan ke Mahkamah Agung.
Sehingga dalam peradilan hak setiap warga negara sangat dihormati dan dilindungi.
Legalitas dalam arti hukum itu sendiri
Legalitas dalam hukum merupakan asas yang fundamental untuk mempertahankan kepastian hukum. Asas legalitas ini ditetapkan dan kemudian digunakan untuk melindungi semua kepentingan individu.
Legalitas ini juga yang akan memberikan batasan wewenang bagi para pejabat negara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka jika mereka melanggar hukum yang berlaku. Segala tindakan pemerintahan harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan tertulis.
Sarinya adalah Hukum harus ditegakkan dalam Negara Hukum, Hukum adalah untuk mengatur masyarakat, pemerintah maupun yang diperintah, namun tidak mengabaikan Hak Asasi Manusia. Warga Negara yang menjalankan Hukum secara disiplin maka Negara itu akan menjadi Negara Maju.
#Salam Cerdas Hukum.